Kota Makassar masih terbilang muda jika dibandingkan sejarah nama
Makassar yang jauh menembus masa lampau. Tapi tahukah Anda muasal dan
nilai luhur makna nama Makassar itu? Tiga hari berturut-turut Baginda
Raja Tallo ke-VI Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng
Mannyonri KaraEng Katangka yang merangkap Tuma'bicara Butta ri Gowa
(lahir tahun 1573), bermimpi melihat cahaya bersinar yang muncul dari
Tallo. Cahaya kemilau nan indah itu memancar keseluruh Butta Gowa lalu
ke negeri sahabat lainnya.
Bersamaan di malam ketiga itu, yakni malam Jum'at
tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau tanggal 22 September 1605 M. (Darwa
rasyid MS., Peristiwa Tahun-tahun Bersejarah Sulawesi Selatan dari Abad
ke XIV s/d XIX, hal.36), di bibir pantai Tallo merapat sebuah perahu
kecil. Layarnya terbuat dari sorban, berkibar kencang. Nampak sesosok
lelaki menambatkan perahunya lalu melakukan gerakan-gerakan aneh. Lelaki
itu ternyata melakukan sholat. Cahaya yang terpancar dari tubuh Ielaki
itu menjadikan pemandangan yang menggemparkan penduduk Tallo, yang
sontak ramai membicarakannya hingga sampai ke telinga Baginda KaraEng
Katangka. Di pagi buta itu, Baginda bergegas ke pantai. Tapi tiba-tiba
lelaki itu sudah muncul ‘menghadang’ di gerbang istana. Berjubah putih
dengan sorban berwarna hijau. Wajahnya teduh. Seluruh tubuhnya
memancarkan cahaya.
Lelaki itu menjabat tangan Baginda Raja yang tengah kaku lantaran
takjub. Digenggamnya tangan itu lalu menulis kalimat di telapak tangan
Baginda "Perlihatkan tulisan ini pada lelaki yang sebentar lagi datang
merapat di pantai,” perintah lelaki itu lalu menghilang begitu saja.
Baginda terperanjat. la meraba-raba matanya untuk memastikan ia tidak
sedang bermimpi. Dilihatnya telapak tangannya tulisan itu ternyata jelas
adanya. Baginda KaraEng Katangka lalu bergegas ke pantai. Betul saja,
seorang lelaki tampak tengah menambat perahu, dan menyambut kedatangan
beliau.
Singkat cerita, Baginda menceritakan pengalamannya tadi dan menunjukkan
tulisan di telapak tangannya pada lelaki itu. “Berbahagialah Baginda.
Tulisan ini adalah dua kalimat syahadat,” kata lelaki itu. Adapun lelaki
yang menuliskannya adalah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam
sendiri. Baginda Nabi telah menampakkan diri di Negeri Baginda.
Peristiwa ini dipercaya sebagai jejak sejarah asal-usul nama "Makassar",
yakni diambil dari nama "Akkasaraki Nabbiya", artinya Nabi menampakkan
diri. Adapun lelaki yang mendarat di pantai Tallo itu adalah Abdul
Ma'mur Khatib Tunggal yang dikenal sebagai Dato' ri Bandang, berasal
dari Kota Tengah (Minangkabau, Sumatera Barat). Baginda Raja Tallo I
Mallingkaang Daeng Manyonri KaraEng Katangka setelah memeluk Agama Islam
kemudian bergelar Sultan Abdullah Awaluddin Awawul Islam KaraEng Tallo
Tumenanga ri Agamana. Beliau adalah Raja pertama yang memeluk agama
Islam di dataran Sulawesi Selatan.
Lebih jauh, penyusuran asal nama "Makassar" dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1. Makna. Untuk menjadi manusia sempurna perlu "Ampakasaraki", yaitu
menjelmakan (menjasmanikan) apa yang terkandung dalam bathin itu
diwujudkan dengan perbuatan. "Mangkasarak" mewujudkan dirinya sebagai
manusia sempurna dengan ajaran TAO atau TAU (ilmu keyakinan bathin).
Bukan seperti yang dipahami sebagian orang bahwa "Mangkasarak" orang
kasar yang mudah tersinggung. Sebenarnya orang yang mudah tersinggung
itu adalah orang yang halus perasaannya.
2. Sejarah. Sumber-sumber Portugis pada permulaan abad ke-16 telah
mencatat nama "Makassar". Abad ke-16 "Makassar” sudah menjadi ibu kota
Kerajaan Gowa. Dan pada Abad itu pula, Makassar sebagai ibu kota sudah
dikenal oleh bangsa asing. Bahkan dalam syair ke-14 Nagarakertagama
karangan Prapanca (1365) nama Makassar telah tercantum.
3. Bahasa. Dari segi Etimologi (Daeng Ngewa, 1972:1-2), Makassar berasal
dati kata "Mangkasarak" yang terdiri atas dua morfem ikat "mang" dan
morfem bebas "kasarak". Morfem ikat "mang" mengandung arti: a). Memiliki
sifat seperti yang terkandung dalam kata dasarnya. b). Menjadi atau
menjelmakan diri seperti yang dinyatakan oleh kata dasarnya. *Morfem
bebas "kasarak" mengandung (arti: a). Terang, nyata, jelas, tegas. b).
Nampak dari penjelasan. c). Besar (lawan kecil atau halus).
Jadi, kata "Mangkasarak" Mengandung arti memiliki sifat besar (mulia)
dan berterus terang (Jujur). Sebagai nama, orang yang memiliki sifat
atau karakter "Mangkasarak" berarti orang tersebut besar (mulia),
berterus terang (Jujur). Sebagaimana di bibir begitu pula di hati.
John A.F. Schut dalam buku "De Volken van Nederlandsch lndie" jilid I
yang beracara : De Makassaren en Boegineezen, menyatakan: "Angkuh
bagaikan gunung-gunungnya, megah bagaikan alamnya, yang sungai*sungainya
di daerah-daerah nan tinggi mengalir cepat, garang tak tertundukkan,
terutama pada musim hujan; air-air terjun tertumpah mendidih, membusa,
bergelora, kerap menyala hingga amarah yang tak memandang apa-apa dan
siapa-siapa. Tetapi sebagaimana juga sungai, gunung nan garang berakhir
tenang semakin ia mendekati pantai. Demikian pulalah orang Bugis dan
Makassar, dalam ketenangan dapat menerima apa yang baik dan indah".
Dalam ungkapan "Akkana Mangkasarak", maksudnya berkata terus terang,
meski pahit, dengan penuh keberanian dan rasa tanggung jawab. Dengan
kata "Mangkasarak" ini dapatlah dikenal bahwa kalau dia diperlakukan
baik, ia lebih baik. Kalau diperlakukan dengan halus, dia lebih halus,
dan kalau dia dihormati, maka dia akan lebih hormat.
0 komentar:
Post a Comment